Minggu, 03 April 2011

Legenda burung api PHOENIX

Phoenix merupakan burung keramat yang berasal dari mitologi Mesir dan digambarkan memiliki bulu yang sangat indah dan panjang berwarna merah dan emas. Tetapi, setidaknya ada tiga deskripsi berbeda dari warna bulu Phoenix. Ada yang mengatakan bahwa kepala, dada, dan punggungnya berwarna merah dan emas dengan sayap berawarna-warni. Kakinya berona ungu, sedangkan matanya berwarna biru laut. Yang lain mengatakan bahwa tubuhnya berwarna plum dengan punggung berwarna merah dan bulu sayap serta kepala berwarna emas dan ekornya panjang berwarna mawar dan biru. Deskripsi ketiga menyatakan bahwa Phoenix sebagian besar berwarna ungu dengan leher dan kepala berwarna emas. Ada kemungkinan bahwa ketiga deskripsi tersebut adalah Phoenix dalam berbagai tahap kehidupannya.

Phoenix juga dikatakan dapat hidup selama 500 tahun, bahkan 1461 tahun. Setelah hidup selama itu, Phoenix akan membakar dirinya dan dari abunya akan muncul Phoenix muda. Ovid, seorang penyair latin menuliskan: 

Ada burung yang bisa bangkit kembali lagi dan lagi.
Bangsa Assyria memberinya nama Phoenix.
Ia tidak makan biji-bijian maupun tumbuhan, hanya tetesan kayu
damar dan cairan dari kapulaga.
Bila burung ini telah hidup lima abad lamanya,
dengan cakar dan paruhnya yang bersinar ia membangun sarang tinggi di dahan palem.
Ia meletakkan kulit cassia di sarangnya yang baru dan rangkaian
kelopak bunga harum dan kayu manis dengan getah myrrh kuning.
Lalu ia berbaring di wewangian yang memabukkan itu,
dan mati.
Dan Bangsa Assyria berkata dari tubuh burung itu bangkit kembali
phoenix kecil yang ditakdirkan untuk hidup lima abad lagi.

Karena karakternya yang tidak dapat mati, Phoenix dikenal sebagai simbol dari keabadian, lambang dari siklus kehidupan setelah mati, dan simbol dari kebangkitan tubuh setelah mati. Dikatakan pula bahwa air mata Phoenix dapat menyembuhkan luka dan darahnya dapat digunakan sebagai balsem.

Phoenix dalam Kebudayaan-kebudayaan di Dunia
Phoenix dalam Kebudayaan Mesir Kuno
Dalam kebudayaan Mesir Kuno, Phoenix dikenal dengan nama "Benu" dan berasal dari Heliopolis, Kota Matahari. Dalam heliogryph Mesir, Phoenix melambangkan perjalanan waktu dan masih merupakan simbol kehidupan abadi hingga kini. Di zaman akhir, tulisan Phoenix juga digunakan untuk mewakili Dewa Matahari, Ra, secara langsung sebagai simbol matahari terbit dan terbenam.

Dalam kitab Book of the Dead dari Mesir Kuno, sebuah teks religius yang ditulis pada tahun 2000 SM, sang Phoenix menyatakan: "Aku adalah penjaga Catatan Takdir, buku tentang hal yang telah terjadi dan akan terjadi".


Phoenix dalam Kebudayaan Cina dan Jepang
Dalam kebudayaan Cina, Phoenix lebih dikenal dengan nama Fenghuang, dan di Jepang, Phoenix disebut ho-o atau fushico.

Phoenix Cina, Fenghuang, dianggap memiliki paruh ayam, leher ular, dada seekor angsa, bagian belakang kura-kura, kaki belakang rusa, dan ekor ikan.

Di Cina, Fenghuang adalah sebuah mitos dangkal mirip burung Phoenix dan merupakan makhluk legenda kedua yang dihormati setelah  naga. Fenghuang menggambarkan arah selatan dan ditampilkan sebagai Phoenix laki-laki, Feng, dan Phoenix perempuan, Huang. Warna bulunya merupakan lima warna dasar, yaitu hitam, putih, merah, hijau, dan kuning.

Dalam mitologi Cina, Phoenix merupakan simbol dari kebajikan tinggi dan rahmat, serta kekuasaan dan kemakmuran. Ini merupakan penyatuan Yin (negatif) dan Yang (Positif).

Phoenix dalam Kebudayaan Persia
Simurgh atau Simorgh merupakan Phoenix yang berasal dari mitologi Persia pada masa Kekaisaran Parthia pada tahun 247 SM. Phoenix ini biasanya dianggap baik hati, tetapi beberapa cerita menyatakan bahwa manusia tidak selalu aman berada di sekitar Phoenix ini.


 Phoenix dalam kebudayaan Rusia




Dalam cerita rakyat Rusia, Phoenix muncul sebagai Zhar-Ptitsa, subjek yang terkenal pada tahun 1910. Phoenix ini ditampilkan pada bendera Alexander Ypsilantis.




Banyak gambaran mengenai Phoenix dari seluruh Dunia dan satu persamaan dari Phoenix mereka adalah Phoenix merupakan burung legendaris. Namun jika berpikir mengenai Phoenix  dan kemungkinan adanya hewan yang mirip dengan Phoenix ini, maka Indonesia patut berbangga, karena salah satu burung khas Indonesia memiliki beberapa kesamaan dengan burung legendaris tersebut.

Burung Cendrawasih Asli Indonesia
Burung Cendrawasih yang bisa ditemukan di Papua, Indonesia, ini sering dijuluki dengan bird of paradise atau phoenix bird. Burung ini memang memiliki bentuk dan warna yang unik sekilas mirip dengan hewan mitologi, Phoenix. Tentu saja bulu-bulu Cendrawasih bukan dari api seperti Phoenix. Walaupun begitu, Cendrawasih adalah burung yang sangat indah. Burung ini dikenal karena bulunya yang tumbuh memanjang dan berwarna merah atau kuning yang indah.


Penampakan Phoenix
Tidak banyak penampakan Phoenix yang tertulis dalam sejarah, namun ada dua catatan kuno penampakan tangan pertama dari Phoenix: satu oleh Pliny, yang melihat satu dipamerkan dalam Forum Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Claudius; lain dengan Clemont yang menyaksikannya pada abad pertama CE.

Mitos dan legenda mengenai Phoenix ini memang banyak diperdebatkan, namun jika kita berpikir lebih dalam, tidak akan ada mitos dan legenda Phoenix jika awalnya tidak ada tanda-tandanya. Namun sejauh mana informasi itu benar, tergantung pula dari seberapa akurat informasi itu sendiri disebarkan.

Nah, pertanyaan yang muncul sekarang adalah: Jika memang Phoenix adalah hewan abadi, masih adakah penampakannya di masa sekarang ini?

Mecca Mean Team







Dapatkah Mecca Mean Time Menggantikan GMT?


Peresmian jam raksasa Mekkah pada 11 Agustus 2010, membangkitkan kembali keinginan sebagian ulama Islam, terutama di negara-negara Arab, untuk menjadikan Mekkah sebagai pusat waktu. Beberapa argumentasi diajukan, antara lain bahwa Mekkah dianggap sebagai Pusat Dunia, setidaknya kalau dilihat dari distribusi sebaran benua. Sebenarnya proyek tersebut cenderung bersifat mercusuar dengan menjadikannya jam terbesar di dunia dengan beberapa keunggulan lainnya. Tetapi tidak memuat konsep waktu yang berbeda dari yang saat ini diterima secara internasional. Mekkah memang sebagai tempat Ka’bah dan menjadi pusat perhatian Umat Islam karena menjadi kiblat saat shalat dan menjadi pusat ibadah haji. Tetapi, secara fisik geografis tidak ada keistimewaan yang mendukung untuk menjadikannya sebagai rujukan waktu atau sebagai meridian utama (Prime Meridian). Secara geografis, kalau Mekkah menjadi meridian utama (garis bujur 0), maka garis tanggal internasional pada garis bujur 180 derajat akan memotong Alaska dan terlalu jauh kalau harus dibelokkan ke Selat Bering. Itu berdampak kurang bagus, karena Kanada dan Alaska yang satu wilayah daratan terpaksa harus berbeda hari. Misalnya, di Alaska Senin sedangkan di Kanada masih Minggu. Sehingga untuk mewujudkannya jelas tidak mungkin akan mendapatkan persetujuan internasional. Masalah waktu tidak mungkin diatur secara sepihak, perlu konvensi internasional. Untuk memahaminya, kita harus melihat sejarah konvensi waktu internasional yang merujuk pada waktu rata-rata Greenwich.
Greenwich Mean Time ( GMT ) adalah rujukan waktu internasional yang pada mulanya didasarkan pada waktu matahari di Greenwich yang kemudian didasarkan pada jam atom. Sistem waktu yang mapan tersebut mempunyai sejarah panjang yang didukung konvensi internasional dan kajian ilmiah untuk penyempurnaannya. Sampai pertengahan abad 19, masing-masing negara menggunakan sistem jam matahari sendiri dengan menggunakan meridian masing-masing. Meridian adalah garis hubung utara-selatan yang melalui zenit yang dilintasi matahari saat tengah hari. Untuk jaringan transportasi kereta api jarak jauh yang mulai berkembang saat itu, pembuatan sistem waktu baku antarwilayah diperlukan. Tanpa sistem waktu yang baku, jadwal kereta api bisa kacau ketika memasuki wilayah yang menggunakan sistem waktu berbeda. Hal itu terutama dirasakan oleh jaringan kereta api di Kanada dan Amerika Serikat.
Kebutuhan sistem waktu baku tersebut yang mendorong Sir Sandford Fleming, seorang teknisi dan perencana perjalanan kereta api Kanada mengusulkan waktu baku internasional pada akhir 1870-an. Gagasan itu kemudian dimatangkan dalam Konferensi Meridian Internasional di Washington DC pada Oktober 1884 yang dihadiri perwakilan 25 negara (Austria-Hungaria, Brazil, Chile, Kolombia, Costa Rica, Perancis, Jerman, Inggris, Guatemala, Hawii, Italia, Jepang, Liberia, Meksiko, Belanda, Paraguay, Rusia, San Domingo, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Amerika Serikat, Venezuela, dan Salvador).
Kesepakatan pokok (konvensi) pada konferensi tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Bersepakat menggunakan meridian dunia yang tunggal untuk menggantikan banyak meridian yang telah ada.
  2. Meridian yang melalui teropong transit di Observatorium Greenwich ditetapkan sebagai meridian nol.
  3. Semua garis bujur dihitung ke Timur dan ke Barat dari meridian tersebut sampai 180 derajat.
  4. Semua negara menerapkan hari universal.
  5. Hari universal adalah hari matahari rata-rata, mulai dari tengah malam di Greenwich dan dihitung 24 jam.
  6. Hari nautika dan astronomi di mana pun mulai dari tengah malam.
  7. Semua kajian teknis untuk mengatur dan menerapkan sistem desimal pembagian waktu dan ruang akan dilakukan.
Butir ke-2 tidak mendapat kesepakatan bulat. San Dominggo menentang. Perancis dan Brazil abstain.
Saat ini sistem waktu telah ditetapkan dengan 24 waktu baku, secara umum setiap perbedaan 15 derajat garis bujur, waktunya berbeda 1 jam.

Dalam pelaksanaannya, waktu baku tersebut disesuaikan dengan batas wilayah agar tidak memecah waktu di suatu wilayah. Pada 1928, dalam konferensi astronomi internasional, berdasarkan kajian soal waktu, maka penamaan GMT diubah menjadi Universal Time (UT). Rujukan waktunya tetap jam matahari, sehingga tergantung rotasi bumi yang sebenarnya tidak konstan. Pada 1955 ditemukan jam atom Caesium yang lebih stabil, sehingga selalu ada perbedaan dengan UT, walau dalam skala yang sangat kecil dalam orde milisecond (seperseribu detik). Pada akhir 1960-an sampai awal 1970-an banyak dilakukan kajian soal waktu yang sinkron antara UT dan jam atom. Saat ini UT bukan lagi murni didasarkan pada jam matahari, tetapi berdasarkan jam atom yang disinkronkan dengan konsep jam matahari. Namanya menjadi UTC (Universal Time, Coordinated), nama kompromi dari usulan dua bahasa: bahasa Inggris “CUT” untuk “coordinated universal time” dan bahasa Perancis “TUC” untuk “temps universel coordonné”.
Dari sejarah panjang GMT tersebut, kita bisa paham bahwa konvensi waktu baku internasional didasarkan pada kebutuhan untuk mensinkronkan jadwal aktivitas manusia yang bersifat lintas negara. Apalagi saat ini, jadwal penerbangan memerlukan pengaturan waktu yang sangat akurat. Sistem waktu GMT atau UTC yang sudah mapan saat ini tidak mungkin lagi diubah, misalnya dengan MMT (Mecca Mean Time). Tidak ada alasan fisis – teknis yang mendasarinya, selain ghirah (semangat) keagamaan. Juga tidak ada alasan yang mendukung penyatuan waktu ibadah ummat Islam, karena pada dasarnya waktu ibadah bersifat lokal dan sudah tercukupi dengan menggunakan sistem waktu internasional yang telah ada.
Source : Dokumentasi T Djamaludin

langit terbelah di yogyakarta

Fenomena langit terbelah di Yogyakarta - Penjelasan

Pada tanggal 11 Juni 2010, sekitar pukul 17.30, sebuah fenomena menarik terjadi di langit Yogyakarta. Sebuah cahaya panjang terlihat membentang seperti membelah langit. Apakah ada penjelasan sains dari fenomena semacam ini?


Saya menerima beberapa email mengenai fenomena ini, salah satunya adalah dari Ney Cassanova yang fotonya saya gunakan di bawah ini. Foto ini diambil dari wilayah Kalasan, Yogyakarta pada tanggal 11 Juni 2010 sekitar pukul 17.30.


Sebagian orang mungkin beranggapan kalau foto di atas adalah hasil Photoshop. Namun, ternyata tidak. Walaupun terlihat sangat spektakuler, fenomena di atas adalah sebuah fenomena yang sudah dikenal di dunia sains dan bahkan memiliki penjelasan yang cukup sederhana.

Fenomena itu disebut Anticrepuscular Rays.

Ini penjelasan singkat mengenainya.

Untuk memahami soal Anticrepuscular Rays, terlebih dahulu kita harus memahami soal saudaranya yang bernama Crepuscular Ray.

Crepuscular Ray adalah suatu fenomena alam ketika cahaya matahari terlihat beradiasi dari satu titik tertentu. Radiasi cahaya ini bisa terjadi karena cahaya matahari masuk melewati celah-celah di antara awan atau objek lain dan biasanya terlihat menjelang matahari terbit atau tenggelam.

Fenomena ini juga dikenal dengan sebutan Sun Rays atau Gods Rays.

Ini contohnya:


Nah, kalian pasti sudah sering melihat fenomena seperti foto di atas.

Sekarang mengenai Anticrepuscular Ray.

Seperti Crepuscular ray, Anticrepuscular Ray adalah berkas sinar yang mirip dengan Crepuscular, namun terlihat berada di tempat yang berlawanan dari matahari.

Cahaya ini terjadi ketika Crepuscular Ray yang muncul dari matahari terbit atau tenggelam terlihat mengalami Konvergensi ulang di Titik Antisolar (Titik langit yang berlawanan dengan arah matahari).

Jika kalian bingung dengan definisi di atas, ingat saja ini: fenomena di atas juga terjadi karena sinar matahari terhalang oleh awan atau objek lainnya seperti crepuscular ray, namun ia terlihat di arah yang berlawanan dengan matahari. Sama seperti Crepuscular, fenomena ini juga sering terlihat ketika matahari terbit atau tenggelam.

Ini konsisten dengan fenomena Yogyakarta yang terlihat pada pukul 17:30.

Ini contoh-contoh lain fenomena serupa di berbagai belahan dunia.
Lokasi tidak diketahui


Nebraska, 26 Juni 2008

Florida, 27 February 2002.

Anticrepuscular Ray di Arizona

South Dakota, 2007

Thailand, Februari 2007

Walaupun ada penjelasannya, saya kira fenomena ini tetap terlihat luar biasa. Bukankah begitu?

Penunggang kuda misterius di mesir

Misteri penunggang kuda siluman pada kerusuhan Mesir - Penjelasan

Ketika rakyat Mesir berbondong-bondong melakukan demonstrasi untuk menuntut Presiden Mubarak mundur, sebuah bayangan yang terlihat seperti penunggang kuda terlihat berada di tengah-tengah kerumunan massa pada tanggal 4 Februari 2011. Mungkin kalian sudah pernah mendengar berita ini sebelumnya. Rekaman itu terlihat pada siaran berita Euronews, Al Jazeera dan MSNBC. Jadi, jelas rekaman itu bukan sebuah hoax. Tetapi rekaman itu juga tidak menunjukkan seorang penunggang kuda siluman, melainkan hanya sebuah refleksi pada kaca. Ini penjelasannya.

Ini rekamannya. Lihat pada menit 1:19.

(youtube link)

Pertama kali melihatnya, saya melihat ada kecocokan pola dengan sebuah refleksi cahaya pada kaca atau lensa kamera. Tetapi saya akui kalau rekaman ini menunjukkan refleksi paling menakjubkan yang pernah saya lihat.

Tentu saja, tidak semua orang serta merta menerima teori penunggang kuda siluman. Para pengunjung di dunia maya memberikan banyak respon yang berbeda.

Ada yang mengatakan kalau citra itu benar-benar menampakkan sosok yang sesungguhnya. Tetapi bukan penunggang kuda, melainkan penunggang unta. Berdasarkan foto-foto kerusuhan yang didapatkan, para pendukung presiden Mubarak memang menggunakan unta untuk ikut berdemonstrasi.

Tetapi teori ini tidak bisa menjelaskan mengapa citra penunggang unta tersebut terlihat berwarna hijau terang, berbeda dengan warna demonstran lainnya. Jadi, penjelasan ini tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan.

Lalu ada yang beranggapan kalau sang kameraman sebenarnya mengambil rekaman itu dari balik jendela kamar. Di belakang kameraman tersebut, sebuah televisi sedang menayangkan berita mengenai kerusuhan sebelumnya yang menampilkan para penunggang unta tersebut. Layar televisi tersebut kemudian terefleksi pada jendela kaca yang kemudian ikut terekam dalam video tersebut.

Penjelasan ini sangat masuk akal. Namun, kita tidak memiliki buktinya dan saya yakin akan sangat sulit untuk membuktikannya.

Dari sekian banyak tanggapan yang berbeda, mayoritas mereka yang menyaksikan rekaman ini memang percaya kalau citra tersebut adalah refleksi kobaran api pada lensa. Argumen ini didasarkan pada gerakan penunggang kuda yang mengikuti gerakan kamera. Namun, mereka yang berpendapat seperti ini juga cukup heran dan tidak bisa menunjukkan bagaimana api tersebut bisa menghasilkan citra yang luar biasa itu.

Namun, ada satu orang yang bisa memberikan penjelasan dengan sangat memuaskan.

Saya menemukan penjelasan itu di sebuah rekaman video di youtube yang diupload oleh seseorang dengan username punjedi yang sayangnya pada saat tulisan ini dibuat baru disaksikan oleh 2.398 orang. Saya rasa hanya punjedi yang berhasil menjelaskan fenomena ini dengan sangat baik.

Menurut punjedi, rekaman itu bisa jadi diambil dari balik kaca jendela. Bayangan kobaran api yang ada di lokasi demonstrasi telah terefleksi pada kaca jendela. Lensa kamera kemudian membalik refleksi tersebut dan mengubahnya menjadi citra penunggang kuda. Sedangkan warna refleksi yang hijau bisa diakibatkan oleh sumber cahaya lain yang ada di dekat situ.
Sebuah pareidolia yang sangat baik.

Untuk memahami mengapa refleksi bayangan tersebut terbalik dan berubah warna, saya menyertakan sebuah contoh dari rekaman yang lain.

Rekaman di bawah ini diambil dari sebuah arena balap mobil. ketika sebuah mobil mengeluarkan semburan api yang terang, dua refleksi muncul di lensa kamera. Refleksi itu terlihat berwarna merah (berbeda dengan warna api) dan berada pada posisi terbalik (flipped).

Ini screen shotnya.
Dan ini rekamannya:

(youtube link)

Nah, untuk mengerti bagaimana kobaran api bisa menciptakan refleksi tersebut, punjedi menyandingkan rekaman kobaran api dengan rekaman penunggang kuda siluman.

Kemudian ia membalik (flipped) potongan rekaman penunggang kuda siluman tersebut dan memutarnya 180 derajat ke bawah.
Ketika melihat dua citra itu disandingkan, maka akan sangat jelas terlihat kalau kobaran api itu memang bertanggung jawab atas citra penunggang kuda tersebut.

Perhatikan gerakan penunggang kuda dan kobaran api tersebut, keduanya bergerak dengan selaras.
Ini rekamannya:

(youtube link)

Refleksi semacam ini memang biasa terjadi pada sebuah foto atau rekaman yang memiliki sumber cahaya terang dan dalam banyak kasus telah sering disalahartikan sebagai penampakan UFO atau hantu. Contohnya adalah dalam kasus UFO jembatan Suramadu yang sempat menghebohkan pada Juni 2010. Kalian bisa membaca mengenainya disini.

Kembali ke penunggang kuda siluman Mesir, menurut saya, video yang dibuat oleh punjedi telah menjelaskannya dengan baik. Bukankah begitu?

garis putih vertikal dilangit balikpapan

Di bawah ini adalah email dari Busur Kuma. Isinya adalah video dan foto yang menunjukkan adanya sebuah objek yang terbang vertikal dengan meninggalkan jejak yang terang.

Met siang bang enigma.

Saya punya foto yang mirip dengan chemtrail. Foto itu diambil pada 18 februari 2010 saat saya lagi dikampus.


Awalnya langit seperti biasanya, tidak mendung dan awan-awan halus ada di sekitarnya. Tiba-tiba pandangan saya tertuju pada suatu objek, mungkin tidak tepat saya sebut objek karena tidak terlihat.


Lalu, ada jalur putih yang terbentuk dari bawah ke atas. Meskipun sudah melihat terbentuknya jalur itu, saya tidak melihat bentuk objek di ujung jalur tersebut. Seolah-olah jalur tersebut memanjang dengan sendirinya.


Jalur itu terbentuk dari bawah ke atas. Saya mengira itu uji coba roket atau semacamnya (mustahil kalau pesawat karena saya tidak mendengar suara apapun dan pasti kelihatan bentuk pesawatnya).

Tapi kalaupun itu roket, saya pikir pasti saya mendengar suaranya. Saya tidak begitu yakin mengenai ada tidaknya objek di ujung jalur itu.

Tapi saya percaya pendengaran saya 90 %. Saya tidak melihat saat jalur itu pertama kali terbentuk, kira-kira saya baru melihat saat panjangnya mencapai 1/4 jalur tsb.

Email kedua :


Oh ya, nama saya busur . Foto itu diambil di daerah gunung pasir, kota Balikpapan. Saya juga punya videonya . Secepatnya akan saya kirim. Saya ralat bahwa saya tidak melihat objek di ujungnya. Barusan saya lihat videonya dengan komputer dan ada objek putih d ujung jalur itu. Di HP nggak keliatan . Secepatnya saya kirim.

Thx bang enigma

ufo believer

Catatan:
Jika kalian menonton videonya, perhatikan di ujung atas jejak vertikal. Pada detik kedua, akan muncul sebuah objek kecil berwarna putih yang terbang ke atas. Ini menunjukkan kalau jejak ini adalah jejak objek yang terbang ke atas, bukan jejak benda jatuh.

Awalnya, ketika saya melihat video di atas, saya tertarik dengan jejak nyaris vertikal berwarna terang yang tidak terlihat seperti asap. Seakan-akan ada seseorang yang mengambil sebuah spidol berwarna kuning dan mencoret langit. Namun, dari foto yang diambil kemudian, terlihat jejak itu memudar menjadi asap sehingga saya yakin kalau jejak itu adalah jejak sebuah roket.

Jejak seperti itu terjadi akibat adanya kondensasi uap air yang keluar dari mesin roket. Ketika gas yang dikeluarkan oleh roket mendingin, maka ia akan menciptakan awan dari tetesan air mikroskopis. Maka kita mendapatkan sebuah contrail.

Jika eksperimen dilakukan dari tempat yang cukup jauh, saya yakin Busur tidak akan mendengar suara apapun.

Eksperimen roket di Indonesia biasanya dilakukan oleh dua institusi. Pertama adalah LAPAN dan kedua adalah PINDAD. Umumnya, percobaan roket selalu mendapat liputan dari media. Namun saya tidak menemukan informasi adanya percobaan roket yang dilakukan oleh kedua institusi tersebut pada tanggal 18 Februari 2010.

Jadi, walaupun saya yakin objek yang terlihat di video adalah roket, saya tidak bisa menentukan institusi mana yang melakukan uji coba itu.

Tapi sekali lagi, ini cuma pendapat saya.

Penampakan NAGA di pantai parangteritis

Email di bawah ini dikirim oleh Dent Cust kepada enigma. Isinya mengenai penampakan objek yang mirip dengan badan ular di langit pantai Parangtritis.

Salam sejahtera...

Saya mendapat kiriman foto di account FB. Foto ini sangat menarik dan diasumsikan sebagai penampakan naga tunggangan nyi Roro Kidul karena kebetulan foto ini diambil di pantai Parangtritis, Jogja, dan bertepatan dengan sebuah acara spiritual keagamaan.
Meski begitu, saya ragu setelah sering baca berita aneh-aneh di enigma. Untuk itu saya mohon bantuan anda untuk memecahkan misteri alam ini. Foto ini diambil pada tanggal 22 juli 2010 dan belum diedit. Terimakasih untuk bantuannya.
Di bawah ini adalah foto yang telah saya atur kontrasnya:

Ini bukan pertama kalinya terjadi penampakan di langit yang diasosiasikan dengan ular atau naga. Mungkin yang paling baru adalah kehebohan yang tercipta setelah harian epochtimes memberitakan munculnya "seekor naga" di langit kota Jilin, Cina, seperti yang terlihat di foto berikut ini.

Ketika melihatnya, saya yakin kebanyakan dari kalian TIDAK akan melihat seekor naga. Kalian mungkin hanya mengidentifikasikannya sebagai sebuah formasi awan dan cahaya matahari.

Namun, saya tidak akan heran jika masyarakat Cina menganggapnya sebagai penampakan seekor naga. Soalnya, kebudayaan atau kepercayaan seseorang akan sangat mempengaruhi cara mereka menilai sesuatu. Karena naga adalah makhluk mitologi yang sangat dihormati di Cina, maka formasi-formasi awan itu akan terlihat seperti naga bagi mereka.

Dalam kasus foto di pantai Parangtritis, hal yang sama juga terjadi. Pada saat itu terjadi upacara keagamaan. Lalu lokasi penampakannya adalah di pantai Parangtritis yang memiliki legenda dan kepercayaan yang sangat kuat mengenai Nyi Roro Kidul yang disebut memiliki tunggangan seekor naga. Dengan kondisi yang mendukung seperti ini, tidak heran kalau objek itu dianggap sebagai seekor naga.

Hal yang sama juga pernah terjadi ketika awan panas Merapi terlihat membentuk kepala Petruk.

Jika foto itu diambil di atas kota Jakarta, dan bukan di Parangtritis, mungkin ia akan dinilai secara berbeda. Demikian juga bagi kalian yang tidak mengadopsi kepercayaan mengenai Nyi Roro Kidul. Mungkin kalian hanya akan melihatnya sebagai sebuah formasi awan yang unik.

Jika foto itu bukan foto naga tunggangan Nyi Roro Kidul, lalu foto apakah itu?

Awan?

Kalau itu awan, pernahkah kalian melihat formasi awan berbentuk tabung yang seindah itu?

Belum pernah?

Saya juga belum pernah. Tetapi, sebenarnya ada jenis awan yang mirip dengan apa yang terlihat di foto itu, yaitu awan Morning Glory.

Awan morning glory adalah sebuah fenomena alam yang sangat langka. Ia pernah terlihat di banyak lokasi berbeda di seluruh dunia, namun hanya di bagian utara teluk Carpentaria di Australia dimana awan jenis ini dapat diprediksi dan diobservasi.


Awan morning glory memiliki bentuk seperti gulungan/tabung yang panjangnya bisa mencapai hingga 1.000 kilometer dengan ketinggian 1 hingga 2 kilometer. Bahkan, kadang ia bisa berada pada ketinggian hanya sekitar 100 hingga 200 meter dari permukaan bumi. Awan ini juga bergerak dengan kecepatan sekitar 60 kilometer perjam.

Umumnya formasinya hanya terdiri dari satu awan, namun, kadang bisa mencapai hingga delapan gulungan awan.


Walaupun fenomena awan ini biasa terjadi setiap tahun di teluk Carpentaria, para ilmuwan masih belum mengetahui secara pasti bagaimana awan indah ini bisa terbentuk. Sebagian percaya kalau awan ini mungkin terbentuk akibat tiupan angin laut dari barat yang lebih kuat dan hangat dibandingkan angin timur. Ketika angin barat ini menggulung angin timur, terbentuklah awan Morning Glory.

Lalu, pertanyaannya, apakah yang terlihat di foto Parangtritis itu adalah formasi awan Morning Glory?

Saya tidak bisa memastikannya. Soalnya foto itu tidak memiliki patokan landscape darat yang membuat kita sulit untuk melihat ketinggiannya.

Tetapi jika kalian menanyakan pendapat saya, maka menurut saya, kalaupun itu bukan awan morning glory, saya percaya apa yang terlihat di foto itu hanyalah formasi awan biasa yang kebetulan terlihat seperti badan ular (karena efek pareidolia), bukan penampakan seekor ular naga.

Formasi awan-awan yang kebetulan terlihat seperti seekor makhluk adalah hal yang biasa terjadi, walaupun cukup langka. Coba lihat foto-foto di bawah ini, apakah mirip dengan ular?


Sebenarnya misteri foto Parangtritis dan foto naga Jilin bisa terpecahkan dengan mudah jika para saksi juga memberikan informasi mengenai lama penampakan dan bagaimana citra itu menghilang. Jika kedua "naga" yang ada di foto Parangtritis atau Jilin menghilang perlahan-lahan dengan berubah menjadi bentuk yang tidak teratur, maka bisa dipastikan kalau kedua "naga" itu sesungguhnya hanyalah formasi awan biasa.

Namun jika kedua "naga" tersebut bergerak seperti ular, maka mungkin itu memang naga yang sesungguhnya.

Selain itu, dalam kasus foto Parangtritis, sang pemotret seharusnya juga mengambil foto lain yang memperlihatkan ujung "naga" tersebut. Jika tidak, maka foto ini bisa dengan mudah dianggap memenuhi unsur rekayasa photoshop (warna "naga" yang berbeda dari warna sekitarnya cukup menarik).

Namun, paling tidak, kalaupun objek itu bukan rekayasa dan memang awan, maka kita pun bisa menyebutnya sebagai sebuah "mukjizat" karena muncul pada lokasi dan waktu yang tepat.

Sekali lagi, saya tidak akan memutuskan untuk kalian apa yang harus kalian percayai karena mungkin kita memiliki budaya dan kepercayaan yang berbeda.

Nah, sebelum saya mengakhiri tulisan ini, mari kita bermain-main dengan pareidolia. Saya ingin menunjukkan sebuah foto kepada kalian. Ini dia:


Bisakah kalian memberitahukan kepada saya apa yang kalian lihat?

(wondermondo.com, theepochtimes.com)

Fenomena Hujan hewan dan darah

Hujan hewan dan darah. Ini adalah salah satu topik yang paling sering dibahas oleh para blogger misteri. Namun fenomena ini menjadi lebih familiar di telinga kita akhir-akhir ini karena siaran-siaran televisi mengkaitkannya dengan fenomena mistik (walaupun fenomena yang disinggung sebenarnya telah berlangsung beberapa tahun yang lalu). Karena itu, tidak ada salahnya kita kembali mereview fenomena ini dan melihat kaitannya dengan dunia sains.


Ketika kita mendengar nama "hujan hewan", mungkin kita segera beranggapan kalau sebutan ini adalah sebuah idiom. Tetapi, sesungguhnya nama ini benar-benar mencerminkan peristiwa yang sebenarnya, yaitu jatuhnya hewan-hewan seperti ikan atau kodok ke bumi. Walaupun berhubungan dengan hewan, fenomena ini lebih sering dikaitkan dengan fenomena meteorologi. Kita akan melihat sebabnya nanti.

Fenomena ini tidak terbatas pada jatuhnya hewan-hewan saja, melainkan juga materi-materi organik lainnya seperti daging atau darah.

Walaupun baru dihebohkan akhir-akhir ini oleh beberapa siaran televisi, catatan mengenai keberadaan fenomena ini sebenarnya telah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. Contohnya Pliny the elder, seorang sejarawan Romawi kuno yang hidup pada abad ke-1 Masehi, pernah menyebutkan mengenai adanya badai kodok dan ikan.

Jadi, fenomena ini jelas bukan sesuatu yang baru.

Lalu, apa yang menyebabkannya? apakah fenomena ini berkaitan dengan peristiwa mistik? Jawabannya: tentu saja tidak.

Penyebab Fenomena
Pernahkah kalian menonton film berjudul Twister?

Dari judulnya saja, kita tahu kalau film ini bercerita mengenai tornado. Dalam salah satu adegan, kita bisa melihat sebuah tornado berskala 5 mengamuk dengan ganas. Setiap benda yang dilewatinya dihisap dan terangkat ke langit, entahkah itu rumah, pohon, sapi atau bahkan sebuah truk berukuran besar.

Setelah beberapa lama terbang di langit, ketika kekuatan tornado melemah, benda-benda yang diterbangkannya akan terhempas kembali ke bumi. Dengan kata lain terjadi hujan puing, pohon, truk dan tentu saja sapi.

Sama seperti apa yang digambarkan di film tersebut, fenomena hujan hewan kebanyakan disebabkan oleh angin tornado, baik yang terbentuk di darat atau di perairan (waterspout).

Salah satu deskripsi yang meneguhkan kesimpulan ini dapat ditemukan pada cuplikan berita yang dimuat di sebuah harian di Minneapolis, Amerika Serikat, pada Juli 1901:
"Ketika badai sedang bertiup dengan kencang-kencangnya, terlihat sebuah kumpulan besar berwarna hijau seperti sedang turun dari langit, lalu terdengar suara rintik-rintik aneh. Ketika badai reda, para penduduk menemukan berbagai jenis katak menutupi area seluas lebih dari empat blok, bahkan di beberapa ruas jalan, jumlah katak sangat banyak sehingga jalan itu tidak dapat dilewati."
Dalam kondisi badai petir, sebuah tornado mini bisa terbentuk. Ketika tornado mini ini bergerak melewati air dimana terdapat ikan atau kodok, angin ini akan mengangkat hewan-hewan tersebut hingga sejauh beberapa mil. Cepat atau lambat, hewan-hewan tersebut akan jatuh ke bumi. Dalam beberapa kasus, ada hewan yang masih hidup ketika jatuh ke bumi. Dalam kasus lain, hewan-hewan tersebut sudah berada dalam kondisi mati atau membeku.


Selain karena tornado yang terbentuk di darat, Hujan hewan juga bisa disebabkan oleh tornado yang terbentuk di perairan yang biasa disebut waterspout. Kolom udara ini diperkirakan telah menghisap hewan-hewan yang ada di air dan membawanya terbang hingga menjatuhkannya ke tempat lain yang berjarak cukup jauh. Ini bisa menjelaskan mengapa dalam banyak kasus hujan hewan, hanya ditemukan hewan-hewan air tanpa adanya benda-benda darat seperti rumput atau kayu.



Hujan hewan lainnyaDari antara fenomena hujan hewan, hujan ikan adalah yang paling umum terjadi. Misalnya, peristiwa hujan ikan di Singapura yang terjadi pada tahun 1861. Lalu di Rhode Island pada tahun 1900 atau di India pada tahun 2009.

Yang menarik adalah, fenomena hujan ikan yang terjadi setiap tahun antara bulan Mei dan Juli di Honduras dan telah berlangsung selama lebih dari 100 tahun. Sebelum hujan ikan terjadi, memang para penduduk selalu melaporkan adanya badai petir yang mendahului.

Selain ikan, hewan lainpun tidak luput dari cengkeraman sang tornado.

Pada tanggal 1 Agustus 1869, seekor sapi dikabarkan jatuh dari langit di California. Peristiwa serupa juga dilaporkan pada tahun 1876 di Kentucky. Sekarang, dengan adanya teknologi kamera perekam, sapi yang dibawa angin dan jatuh bukan lagi sesuatu yang aneh. Ya, walaupun hanya satu ekor, sapi yang jatuh pun disebut "hujan sapi".

Pada tahun 1894, di kota Bath, Inggris, terjadi hujan ubur-ubur.

Pada tanggal 6 April 2007, terjadi hujan laba-laba di propinsi Salta, Argentina.


Pada tanggal 11 Juli 2007, terjadi hujan cacing di Louisiana, Amerika Serikat. Cacing-cacing ini dipercaya terbawa semburan angin dari Lacassine Bayou yang jaraknya 5 mil dari lokasi peristiwa.

Pada Juni 2009, terjadi hujan ikan dan kecebong di perfektur Ishikawa, Jepang. peristiwa Ishikawa ini adalah peristiwa yang paling banyak diberitakan oleh televisi Indonesia akhir-akhir ini.


Lalu, pada tanggal 11 Maret 2010, saya memposting mengenai peristiwa jatuhnya lebih dari 100 ekor burung jalak di Somerset, Inggris, yang dilaporkan oleh seorang perempuan bernama Julie Knight. Walaupun peristiwa ini belum tentu disebabkan oleh angin, tetapi peristiwa inipun bisa disebut sebagai "hujan burung".

Namun, masih ada satu misteri yang meliputi fenomena hujan hewan. Teori tornado mini memang dianggap bisa menjawab cara membawa hewan-hewan tersebut ke darat, namun para peneliti masih berusaha memahami mengapa pada umumnya hanya satu jenis hewan yang jatuh ke bumi setiap kali hujan. Teka-teki ini masih belum mendapatkan pemecahannya hingga saat ini.

Hujan Materi OrganikSama dengan fenomena hujan hewan, masih ada bagian-bagian dari fenomena hujan organik yang belum dapat dipahami sepenuhnya oleh para peneliti.

Salah satu peristiwa yang berhubungan dengan hujan materi organik adalah peristiwa hujan daging segar yang terjadi pada tanggal 9 Maret 1876 di Olympia Springs, Amerika Serikat. Menurut saksi mata bernama Allen Crouch, potongan-potongan daging kecil berjatuhan dari langit di halaman rumahnya seperti butiran salju. Dua pria yang meneliti gumpalan daging itu menyimpulkan kalau daging itu kemungkinan adalah daging menjangan atau domba. Sebagian orang menduga kalau daging itu berasal dari domba-domba yang tercincang ketika terbawa angin.

Lalu, yang kembali dihebohkan pada akhir-akhir ini adalah hujan merah atau hujan darah Kerala yang terjadi pada Juli 2001 di India.

Hujan darah Kerala
Pada tanggal 13 Mei 2009, saya pernah memposting mengenai topik ini secara ringkas. Namun, pada tulisan tersebut saya memang belum menyampaikan hasil kesimpulan resmi para peneliti. Karena itu saya akan sedikit membahasnya kembali.

Pertama kita harus tahu kalau istilah "hujan darah" tidak berarti benar-benar terjadi hujan darah hewan atau manusia. istilah "darah" hanya digunakan untuk merujuk kepada materi air yang berwarna merah. Walaupun langka, namun peristiwa "hujan darah" bukan sesuatu yang asing dalam dunia sains. Contohnya, peristiwa serupa juga pernah terjadi di Columbia pada tahun 2008.

Beberapa peneliti telah mengajukan teori mengenai hujan merah Kerala. Salah satunya adalah teori yang mengatakan kalau materi merah yang bercampur dengan air hujan itu adalah darah sejumlah besar kelelawar yang terbunuh ketika melewati badai.

Sebagian lain percaya kalau warna merah itu adalah pasir gurun yang terbawa angin dan jatuh bersamaan dengan hujan.

Lalu, ada lagi teori yang menyebutkan kalau partikel merah itu sebenarnya adalah debu meteor. Pada kasus "Hujan darah" yang terjadi di Sisilia pada tahun 1872, peneliti berhasil menemukan adanya kandungan besi merah yang membuat mereka mengambil kesimpulan kalau partikel merah itu diakibatkan oleh debu meteor.

Sebagian lagi percaya kalau warna merah itu mungkin disebabkan oleh sejenis bakteri karena peristiwa serupa (walaupun bukan berupa hujan) pernah terlihat di Antartika dimana saljunya mengeluarkan cairan merah seperti darah. Saya pernah memposting mengenai ini pada tanggal 14 Mei 2010.

Namun, mengenai hujan darah Kerala sendiri, pemerintah India bersama Centre for earth Science Studies telah mengeluarkan pernyataan resmi kalau penyebab warna merah tersebut adalah spora sejenis alga yang termasuk ke dalam genus Trentepohlia. Alga jenis ini memang banyak terdapat di wilayah Kerala.

Penemuan ini didukung oleh Seffield University yang bersama dengan Dr.Chandra Wickramasinghe telah lama mempelajari spora stratosferik secara mendalam. Dr.Wickramasinghe mengatakan kalau partikel merah pada hujan Kerala mirip seperti jamur karat dan ia juga menegaskan tidak adanya darah pada hujan tersebut.

Namun, walaupun penyebab warna merah pada air hujan telah diketahui, para peneliti masih belum bisa memastikan bagaimana spora itu bisa menyebar dalam jumlah besar. Tetapi paling tidak, kita tahu kalau peristiwa ini sama sekali tidak berhubungan dengan sesuatu yang mistik.

Peristiwa Nelayan Jepang dan Sapi Langit
Sebelum saya akhiri tulisan ini, saya ingin menceritakan sebuah kisah untuk kalian para pembaca. Kisah ini mengenai seekor sapi yang jatuh dari langit.

Pada tahun 1997, Tim penyelamat Jepang berhasil menyelamatkan sejumlah nelayan yang telah berpegangan di puing-puing kapal mereka di laut lepas selama beberapa jam.

Yang menarik adalah, pengakuan mereka mengenai penyebab tenggelamnya kapal mereka.

Menurut nelayan-nelayan itu, seekor sapi telah jatuh dari langit, menimpa kapal mereka dan menyebabkannya tenggelam. Pihak berwenang yang mendengar pengakuan ini mengira mereka sedang bercanda dan segera menjadi gusar. Lalu, para nelayan yang malang itu segera dimasukkan ke dalam penjara.

Tidak lama kemudian, angkatan udara Rusia menginformasikan kepada pihak otoritas Jepang kalau salah satu kru mereka telah mencuri seekor sapi untuk dipotong. Sapi itu kemudian dimasukkan ke dalam pesawat dan dibawa terbang. Ketika pesawat sedang mengudara, sapi itu menjadi marah dan mulai mengacaukan situasi, mungkin karena panik atau mabuk udara.

Untuk menyelamatkan pesawat yang sedang terbang, para kru memutuskan untuk melempar sapi itu keluar.

Dan akhirnya, kita mendapatkan sebuah kapal penangkap ikan yang tenggelam dan para nelayannya yang berjuang memegang puing-puing kapal sambil berusaha merenungkan peristiwa yang baru saja menimpa mereka.

Ini baru namanya hari yang sial.

Jadi, ketika kita melihat keluar dan masih melihat tetesan air bening yang turun ke bumi, mungkin kita harus mengucap syukur karenanya (ingat nasib para nelayan Jepang).

(wikipedia, bbc.co.uk, rulesmasters.com, thelivingmoon.com)